Senin, 12 Januari 2009

RAPBK ACEH BARAT 2009 TIDAK PRO-RAKYAT DAN INKONSTITUSIONAL

Melihat mekanisme dan pola yang ditempuh oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Panitia Anggaran (Panggar) DPRK Aceh Barat yang tidak memenuhi standart prosedur ideal yang ditetapkan maka Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (AMPA) Kabupaten Aceh Barat menyatakan bahwa proses perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Barat terkesan hanya untuk mengejar Tenggat waktu yang ditentukan peraturan perundan-undangan tanpa didasari pada pemenuhan substansi capaian yang berpihak kepada rakyat.

Pernyataan tersebut didasari oleh beberapa faktor antara lain, proses pembahasan yang terburu-buru, penyerahan dokumen perencanaan yang tidak sesuai dengan tata tertib, keterkaitan antara dokumen perencanaan yang tidak jelas dan tahapan kunsultasi publik yang ditiadakan atau tidak sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tatacara Penyusunan Qanun.

Dari kenyataan-kenyataan diatas dapat disimpulkan beberapa kelemahan sebagai berikut:

1. Proses Pembahasan RAPBK dilakukan selama 3 (tiga) hari.

Proses pembahasan yang dilakukan selama tiga hari, tentu akan memberi dampak pada hasil yang tidak maksimal. Sebab sebagai bahan perbandingan, pembahasan RAPBK Tahun 2008 lalu yang dibahas dengan Tenggat waktu selama satu bulan saja menghasilkan APBK Aceh Barat yang tidak memihak kepada rakyat.

2. RKA-RAPBK Aceh Barat Tahun Anggaran 2009 tidak memenuhi asas keadilan dan kepatutan sebagaimana diamanahkan oleh UU No. 17 Tahun 2003. Hal ini tergambarkan pada pengalokasian anggaran Biaya Tidak Langsung (BTL) lebih besar dari Biaya Langsung (BL) dengan rincian Biaya Tidak Langsung sebesar Rp. 304.128.153.895,- dan Biaya langsung Rp. 180.544.075.720,- dengan perbandingan 62,75% : 37.25% dari total anggaran Rp. 484.672.229.615,-

Ironisnya, dalam Biaya Langsung masih terdapat Belanja Aparatur, seperti Honor Pelaksana Kegiatan, Belanja Perjanan Dinas, Belanja Pakaian Dinas, Belanja Makan Minum Pegawai, Konsumsi Pelaksana Kegiatan dan lain-lain.

3. Dokumen RKA dari setiap SKPD diserahkan kepada PANGGAR DPRK pada waktu pembahasan dilakukan.

Kondisi ini akan berpengaruh pada program yang dihasilkan tidak maksimal, sebab Panggar DPRK tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari dokumen RKA tersebut. Dikhawatirkan program-program yang direncanakan dari setiap RKA-SKPD tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi daerah saat ini.

4. Tidak adanya sinkronisasi antara dokumen perencanaan dengan penganggaran, sebagaimana diatur dalam PP No. 58 Tahun 2007.

Prioritas Platfon Anggaran Sementara (PPAS) dengan RKA-RAPBK belum menunjukkan keterkaitan secara nyata, sehingga tidak seluruh program yang direncanakan dalam PPAS, dijabarkan pada RKA-RAPBK (tidak konsisten).

5. Tidak adanya konsultasi publik terhadap dokumen RAPBK.

Seharusnya sebelum RKA-RAPBK dibahas, terlebih dahulu dilaksanakan konsultasi publik sebagai ruang partisipasi masyarakat sesuai Qanun Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun.

Berdasarkan analisis di atas, Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (AMPA) Kabupaten Aceh Barat menilai RAPBK Aceh Barat Tahun Anggaran 2009 tidak pro-rakyat dan inkonstitusional. Oleh karena itu AMPA menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat untuk menunda pengesahan RAPBK karena ada beberapa item yang harus diperbaiki. Jika tetap dipaksakan pengesahannya, maka APBK Aceh Barat Tahun Anggaran 2009 cacat formil dan materil.

2. Mendesak Fraksi-Fraksi DPRK Aceh Barat untuk menolak RAPBK yang telah dibahas oleh Panggar DPRK dengan TAPD

3. Mendesak Gubernur Aceh untuk melakukan evaluasi secara serius terhadap RAPBK Aceh Barat Tahun Anggaran 2009 sekaligus memberikan masukan-masukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.


Kerajaan Aceh Cukup dikenal Kebelahan Dunia